Banyak yang bilang, hidup itu indah. Termasuk saya. Terlepas dari segala tantangan dan kesulitan yang kita hadapi, diberi hidup tetaplah jauh lebih baik dibanding menjadi sebuah bongkahan batu.
Ketika manusia menjalani hidup dan kehidupannya, dia seperti sedang menuliskan sebuah cerita. Cerita yang menggambarkan kemampuan, kelemahan, keberhasilan, dan kegagalannya. Namun, semua ini seperti kehilangan makna apabila si pemilik cerita tersebut tidak mau berbagi dengan orang lain.
Manusia pada dasarnya mempunyai kebutuhan untuk bercerita dan berbagi dengan manusia lain. Bahkan seorang yang introvert sekalipun, tetap akan mempunyai keinginan untuk bercerita dan mencurahkan isi hatinya.
Bisa mencurahkan isi hati (curhat) memang menyenangkan dan akan membantu mengangkat beban yang ada di hati. Saya pikir, bisa curhat merupakan salah satu karunia Ilahi yang harus kita syukuri.
Kendala yang biasanya dihadapi oleh seseorang yang ingin curhat adalah orang yang menjadi tempat curhatan kita terlalu cepat memberikan nasehat atau mengungkapkan pendapatnya. Saya yakin niatnya adalah baik dan mau membantu, tapi biasanya tidak akan menjadi sebuah solusi bagi si pencurhat.
Curhat memang ada jenis-jenisnya. Paling tidak ada dua, curhat untuk sekedar didengar, dan curhat pribadi.
Curhat untuk sekedar didengar adalah curhat yang memang cukup didengarkan saja. Misalnya ketika orang curhat tentang kekesalannya dengan tukang parkir atau dengan kemacetan karena angkutan umum yang berhenti seenaknya. Curhat-curhat seperti ini tidak perlu disikapi dengan memberi nasehat (kecuali diminta), dan biasanya temanya pun ringan-ringan saja.
Sedangkan curhat pribadi adalah curhat yang tingkat keseriusannya lebih tinggi. Saya bilang lebih tinggi karena curhat jenis ini biasanya sudah dianggap personal dan hanya akan disampaikan kepada orang-orang terdekat dan/atau sudah dipercaya. Ketika ada seseorang yang curhat pribadi kepada kita, inilah saat kita bisa melatih diri untuk menjadi pendengar yang baik.
Semenjak saya remaja, saya suka mendengarkan dan menganalisa cerita-cerita orang di sekeliling saya (bukan curi-curi dengar atau bergosip tentunya). Saya melakukannya ketika sedang berkumpul dengan teman atau keluarga, atau memang dia sedang curhat dengan saya.
Dari cerita-cerita mereka tadi, saya akan bertanya (secara langsung ataupun tidak langsung) mengapa orang ini bersikap begini, apa yang melatar belakanginya, apa yang hendak diraihnya dengan bercerita seperti itu, mengapa dia mengambil keputusan A bukan B, apakah yang saya bisa bantu, dan pelajaran apa yang saya bisa ambil dari ceritanya.
Semua itu saya lakukan bukan karena saya ingin jadi penasehat, tapi secara naluri saya memang tertarik dengan hal-hal kemanusiaan dan kejiwaan. Karena menurut saya di situlah kita bisa mendapatkan makna tentang penciptaan manusia.
Saya meyakini bahwa semua yang ada di dunia ini punya makna. Semut yang tercipta begitu kecil pasti punya maknanya, matahari yang begitu terang pasti punya makna atas penciptaannya, dan mengapa manusia ingin curhat, pasti juga ada maknanya. Dan dengan begitu saya berharap saya bisa lebih mengerti tentang Allah dan mudah-mudahan bisa lebih bersyukur kepada-Nya.
Tidak mudah memang untuk menemukan tempat curhat yang bisa menenangkan sekaligus memotivasi. Butuh waktu dan melalui proses trial and error.
Namun ketika kita menemukannya, jagalah hubungan baik dengan orang tersebut dan hormatilah privacynya. Karena tentunya kita tidak bisa mengharapkan orang tersebut bisa dijadikan tempat curhat kapanpun kita mau. Sedangkan jika kita yang menjadi tempat curhatan hati, jadilah pendengar yang baik dan jagalah kepercayaan yang telah diberikan olehnya. Tapi perlu diingat juga bahwa kita perlu jujur terhadap diri sendiri akan batasan-batasan yang bisa kita toleransi. Sehingga antara kita dan orang yang curhat kepada kita tetap ada rasa saling menghormati dan menghargai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar